06 Agustus 2008

Mujizat di Maindo, Bastem Tana Luwu

Diangkat ke Surga Selama Tiga Jam
“Aku mau ke Sorga” demikian diungkapkan Lily Pairi, remaja kelahiran Basse Sangtempe (Bastem), 7 September 1997 kepada kedua orang tuanya pada tanggal 17 Juli 2008 pagi. Hal itu terulang dua kali. Bahkan Bapaknya Daud Palili bertanya: apakah kami dapat ikut?. Tapi jawab Lily: Hanya saya. Mendengar itu, mamanya Paulina Pairi menangis karena membayangkan akan berpisah dengan anaknya, sebab pikir mamanya, Lily akan meninggal dunia. Tapi lain lagi Bapaknya, mengatakan: Kenapa kita harus menangis kalau Tuhan Yesus yang bawah, persoalan kalau iblis yang bawah. Sesudah itu, pada jam 12.00 - 15.00 secara manusiawi Lily sudah meninggal, sehingga keluarga, utamanya orang tua sudah menangisinya.
Selama tiga jam, menurut Lily, dalam percakapan dengan Bahana di rumahnya, bahwa selama itu, aslinya terangkat ke Surga dan yang palsunya (jasad) tinggal. Aslinya berangkat untuk melihat Surga dan melihat Tuhan Yesus duduk di kursi kebesarannya yang amat mulia dan tidak ada orang yang berhak duduk disinggasana, hanya Tuhan Yesus. Juga melihat gambar buah hati dengan tulisan “I love you” yang sangat besar. Kemudia Lily ditanya oleh Tuhan Yesus: apakah engkau bersedia kujadikan murid-Ku?. Jawab Lily: Bersedia. Kemudian dilanjutkan dengan mengatakan: Kalau begitu, surulah umatku bertobat, dan belajarlah kemudian masuk ke salah satu STT untuk mempelajari tentang teologi secara lebih mendalam. Sesudah itu, di Surga, Lily diberi perintah untuk kembali mengatakan kepada manusia bahwa bertobatlah dan jangan ulangi lagi. Sesudah hampir tiga jam, dimana omnya Rondong berdoa didepan jasad yang sudah kaki, belum selesai berdoa, sudah ada terasa bahwa jasad itu mulia goyang, dan ketika mengucapkan Amin, maka perlahan-lahan jasad itu bangun bagaikan robot tanpa persendian bangun dan melompot dan berseru: hore . . .hore . . Kumenang!! Dan sesudah itu ada percakapan yang dilakukan Lily dengan orang lain, yang tidak dilihat, dan mengatakan siapa yang sakit datang bertobat. Semua yang melihat peristiwa itu heran.
Sore sesudah kembali dari Surga, memangil orang dan meminta supaya beribadah bersama, kemudian juga mengadakan penyembuhan. Dalam setiap ibadah Lily yang berkhotbah dan memimpin doa serta pujian. Pembacaannya singkat, begitu juga uraian atau khotbahnya dalam bahasa yang sederhana dan singkat. Hal ini, tentu membuat setiap orang yang hadir, baik anak-anak maupun orang tua dapat memahaminya. Ini juga diungkapkan oleh Pdt. I.Y. Panggalo, D.Th Sekretaris Umum Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Toraja pada tanggal 29 Juli 2008 di halaman rumah keluarga Lily di kampung Tamorron, Maindo, Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, ketika diminta memberikan refleksi atas perisitwa yang dialami oleh Lily. Inti dari seluruh khotbahnya adalah seruan untuk pertobatan dan mengakui perbuatan dosa dan jangan mengulanginya lagi.

Peristiwa ini menambah deretan pengalaman spiritual yang dialami anak di daerah Sulawesi Selatan sesudah Selvin di Sulawesi Tengah dan juga beberapa anak yang mengalami peristiwa serupa di beberapa tempat di Toraja dan daerah sekitarnya.

Puasa 40 hari
Sejak peristiwa yang terjadi tanggal 17 Juli 2008, maka sejak itu pula Lily yang sudah menjadi remaja periang, puasa selama 40 hari. Jadi setiap hari hanya makan roti, super mie atau kue-kue lainnya. Tidak makan nasi dan tidak makan daging, ikan.

Ganti Bahasa
Satu hal lagi, yang merupakan perubahan fenomenal adalah ketika selesai mengalami perisitiwa pengangkatan ke Surga ialah tidak dapat lagi memahami bahasa Toraja yang merupakan bahasa sehari-hari (bahasa ibu) yang digunakan selama ini. Jadi hanya memahami bahasa Indonesia. Hal ini disaksikan langsung oleh Bahana, yang bersama dengan Pdt. Panggalo mengunjungi kampung Tamorron yang berjarak puluhan km dari kota Palopo Sulawesi Selatan namun dengan kondisi jalan amat sulit, sehingga kalau naik ojek sekitar Rp. 75.000,- - Rp. 100.000,- tergantung kondisi jalanan.

Pemalu
Menurut penuturan sejumlah warga, Lily yang baru naik kelas II di SMP, merupakan seorang anak remaja yang pendiam, pemalu tapi pintar. Bahkan dalam pergaulan sebelum mengalami mujizat setiap harinya hanya memakai bahasa Toraja. Bahkan Pdt. Helmi Susanti, guru honorer agama Kristen Protestan di SMP I Bastem, tempat Lily menuntut ilmu, heran karena selama ini Lily pemalu.

Masih akan ke Surga
Menurut Lily, masih ada waktu ke depan kembali ke Surga dan akan membawah satu orang lagi. Ini akan merupakan perjalanan ke dua ke Surga untuk tugas yang masih menjadi “rahasia” baginya dan juga kepada orang lain yang akan menyertainya nanti.

Pedalaman
Dari pengalaman bahana yang berkunjung kampung Tamorron yang cukup melehakan guna menyaksikan perisitwa ini melihat begitu antusiasnya warga masyarakat khususnya pemuda mengikuti ibadah. Pada ibadah tanggal 29 Juli 2008 hadir sekitar 450 orang yang pada umumnya pemuda, menurut sejumlah tokoh masyarakat dan Majelis Gereja merupakan sebuah jumlah yang cukup besar apalagi kalau mengingat kampung ini dari segi jumlah penduduk cukup sedikit dan antara kampung yang satu dengan yang lainnya cukup berjauhan.

Pesan
Kalau melihat kegiatan yang dilakukannya, maka tentu orang yang belum memahaminya heran, karena selalu main hp. Tapi rupanya, pesan disampaikan lewat hpnya. Pesan yang diterima lewat Hpnya yaitu: Jangan menjudi, jangan merokok dan jangan minum berlebihan (jangan sampai mabuk). Begitu juga kalau mengadakan penyembuhan harus ada perintah lewat hp, kalau tidak maka tidak dapat melakukan penyembuhan. Juga dalam berkhotbah.

Mulanya
Mulai sakit sejak tanggal 15 Juli 2008, dimana Lily sudah mulai sakit sejak jam 17.00 dia sudah merontah-rontah seperti orang gila sehingga tetangga yang pada umumnya adalah keluarga datang ke rumah mereka. Saat itu, ayahnya baru kembali dari kebun dan sebelum masuk ke dalam halaman rumah berdoa dalam hatinya: “Mohon pertolongan Roh Kudus untuk mengusir roh jahat”. Dan ketika naik ke atas rumah menemukan anaknya Lily dijaga oleh beberapa orang, kemudian ayahnya dalam keadaan menangis melihat anaknya seperti “orang gila” kemudian menciumnya.
Dalam keadaan demikian Y. Rera diminta berdoa dan sesudah itu dia kembali ke rumahnya dan tinggallah Lily dan ayahnya. Dalam keadaan demikian kedua orang tuanya bertobat dan mengakui bahwa selama ini kedua orang tuanya sangat keras dalam mendidik anak-anaknya.
Dalam keadaan Lily masih belum sadar, ayahnya mengambil Alkitab yang ada disamping Lily, dan sesudah ayahnya berdoa, Lily mulai sadar dan orang semakin banyak datang melihat keadaan yang terjadi.
Tgl. 16 Juli 2008 Lily Sakit lagi seperti orang gila dan mau lari. Dalam demikian, orang tua Lily semakin menyadari bahwa mereka harus bertobat, membuka Alkitab, menyanyi dan berdoa.Kalau keadaan mengalami ketidak sadaran maka Lily dipegang tangannya oleh keluarga dan orang tua.

Disangka gila
Sore hari pada tanggal 16 Juli 2008, ada dokter datang memeriksa Lily, dan hasilnya, orang tuanya diminta membawah Lily ke Palopo besok kalau tidak perubahan dan selanjutnya dibawah ke Makassar di RS Dadi (RS Dadi adalah Rumah Sakit orang gila) yang ada di Makassar.
Pertobatan
Sejak peristiwa ini, ada beberapa orang yang sudah dicoba didamaikan karena berbagai sengketa tetapi tidak berhasil. Bahkan ada yang mengatakan, nanti kami damai kalau ada orang turun dari langit untuk mendamaikan kami. Tapi lewat Lily sebagai alat yang dipakai Tuhan orang ini didamaikan dengan jalan mengakui dosanya kemudian didoakan oleh Lily kemudian saling berangkulan minta maaf.
Dalam menjalankan pelayanannya dibidang pengobaan (pengobatan jasmani dan rohani) Lily setelah mendapatkan ilham/perintah dari Tuhan lewat hpnya memakai tiga model yaitu: mengobati dengan jalan dipanggil kemudian ditanya dan didoakan. Kedua, mengobati dengan jalan bertobat (pengukuan dosa oleh yang bersangkutan) kemudian penyembuhan dengan jalan didoakan oleh Lily. Dan ketiga, dengan menyanyi kemudian sembuh. Juga ada yang dipegang atau dielus bagian yang sakit maka sembuh. Tapi ingat, tidak setiap saat dan tidak semua dapat sembuh. Penyembuhan dilakukan kalau ada perintah dari Tuhan dan sembuh kalau ada pertobatan secara sungguh-sungguh dan juga tidak berbuat pelanggaran lagi.

Peserta ibadah berlimpah
Sesudah peristiwa ini berlangsung dua minggu, maka setiap hari minggu, setiap jemaat penuh dengan warga jemaat yang mau mengikuti ibadah, dan sangat berbeda sebelumnya, dimana Majelis Gereja capek menungguh masih adakah lagi orang yang mau datang beribadah?.

Berkunjungu ke Sinode
Lily yang sudah mendapat mujizat dari Tuhan, tanggal 4 Agustus 2008 lalu bersama keluarga datang ke Kantor Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Toraja dan mengadakan pertemuan dengan sejumlah staff dan Pengurus. Hal ini dilakukan sebagai sebuah silaturahmi antara warga jemaat dengan pemimpin mereka.

Bastem
Bastem merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Luwu. Namun dari segi etnis, adalah bagian dari Etnis Toraja dan kebanyakan beragama Kristen Protestan.
Perjalanan dari Toraja ke Bastem dapat ditempuh dengan dua jalur yaitu dari Toraja lewat beberapa daerah ke arah Timur dimana dapat naik ojek dengan biaya Rp. 100.000,- - Rp. 150.000,- dan dari Toraja ke Palopo kemudian ke Bastem. Biayanya hampir sama dan dapat ditempuh dalam 3-4 jam tergantung kondisi jalan.

Aleksander Mangoting

18 April 2008

SUARA PENGGEMBALAAN

Peristiwa penyembuhan dan pemulihan, lazim orang sebut sebagai mujizat oleh karya kuasa Allah, yang terjadi di Meko, Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso, telah menarik perhatian banyak orang baik berupa kekaguman, maupun berupa pertanyaan-pertanyaan dari sebagian orang, termasuk dari warga Gereja Toraja. Ada warga jemaat yang mengajukan pertanyaan baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui komunikasi pesan singkat (SMS). BPS Gereja Toraja telah mengikuti perkembangan dari apa yang sering disebut FENOMENA MEKO itu sejak pertengahan Maret 2007. BPS Gereja Toraja telah berusaha mencari informasi dari berbagai pihak, misalnya dari Ketua I Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yaitu Pdt. Ishak Poleh, pendeta-pendeta GKST yang dilibatkan melayani bersama Selvin dan Ibunya sejak mulainya Fenomena Meko misalnya Pdt. Rinaldy Damanik dan Pdt. James Salarupa, dan pendeta-pendeta Gereja Toraja yang melayani di jemaat-jemaat yang berdekatan dengan lokasi, terutama Pdt. Gideon Tulak di Jemaat Kanaan Meko dan Pdt. Petrus Se’seng di Jemaat Yizreel Bancea. Bahkan untuk mendapat kepastian apa sesungguhnya yang terjadi di Meko, Pdt. Soleman Batti’ (Ketua Umum), Pdt. I.Y. Panggalo (Sekretaris Umum), dan Pdt. J.K. Parantean, M.Th. (Ketua I) BPS Gereja Toraja telah datang ke Meko untuk mengalami secara langsung suasana ibadah-ibadah di mana penyembuhan dan pemulihan bagi banyak orang itu terjadi. Berdasarkan pengalaman itulah BPS Gereja Toraja mengeluarkan surat yang disebut SUARA PENGGEMBALAAN TENTANG FENOMENA MEKO ini.

Kepada segenap Warga Jemaat Gereja Toraja Yang Dikasihi Tuhan!

Pada tanggal 6 Januari 2007, seorang anak kecil usia 8 tahun, bernama Selvin (anak keempat dan bungsu dari pasangan suami istri Alfons Bungge dengan Mariati Sologi), diperkenan Tuhan menyembuhkan ibunya yang sedang sakit. Menurut penuturannya, penyembuhan itu terjadi karena disuruh oleh Tuhan Yesus yang disebutnya ”Tete Manis”. Dia disuruh menyembuhkan banyak orang. Penyembuhan atas ibunya itu disusul dengan penyembuhan atas orang-orang sakit lainnya di Meko. Selanjutnya berita tentang kuasa penyembuhan ilahi itu mulai menyebar dari mulut ke mulut, dari lingkaran kecil Meko, beranjak ke daerah sekitarnya, dan semakin lama semakin ke luar dan meluas. Orang-orang yang telah mendapatkan kesembuhan di Meko menyampaikan berita sukacita itu kepada keluarga, teman-teman, tetangga, dll. Penyebaran berita penyembuhan ilahi itu juga begitu cepat melalui telepon selular, baik melalui informasi suara maupun informasi tertulis dalam bentuk SMS. Konon warga Gereja Toraja dan masyarakat Toraja termasuk yang terbanyak pergi ke Meko. Dan, syukur kepada Tuhan karena kita jugalah yang paling banyak mengalami karunia kesembuhan dan kepulihan. Namun, karena ada pertanyaan-pertanyaan dan mungkin juga perbedaan pendapat yang muncul, maka Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja menyampaikan suara penggembalaan ini kepada seluruh warga Gereja Toraja:

1. Pengakuan Gereja Toraja Bab I ayat 2 mengatakan, ”Allah itu adalah satu-satunya sumber kehidupan, berkat, dan kebaikan. Hanya Dialah yang boleh disembah.” Patokan Gereja Toraja untuk melihat peristiwa Meko adalah Alkitab dan Pengakuan Gereja Toraja. Kesembuhan, kepulihan, dan kebertobatan yang banyak orang alami di Meko tidak bisa dianggap berasal dari yang bukan Allah. Kita percaya bahwa Allah mahakuasa sepanjang masa. Dia hadir di segala waktu dan tempat. Firman Tuhan dalam Matius 18:20 mengatakan ”Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Tuhan hadir di tempat di mana Nama-Nya disembah dan dimuliakan dalam perkumpulan. Tuhan dapat bertindak di mana saja dan kapan saja Ia berkehendak. Tidak ada yang dapat menjadi penasihat Tuhan. ”Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?” (Yes 40:13). Kalau Dia berkehendak memilih seorang anak sekolah yang baru duduk di kelas III bernama Selvin, dan kemudian juga Ibunya (Ibu Mariati Sologi), serta daerah Meko untuk menyatakan karunia penyembuhan-Nya atas penderitaan sebagian umat manusia, maka hanya iman yang bisa menerimanya. Mungkin juga ada yang tidak percaya dengan alasannya sendiri.

2. Apa dan bagaimana pendapat Gereja Kristen di Sulawesi Tengah sendiri, di mana Selvin dan Ibunya menjadi anggota? Salah satu SMS yang kami terima dari Ketua I Majelis Sinode GKST berbunyi, ”Ketika terjadi kerusuhan di Poso dan Sulteng, di mana pendeta kami ditembak di atas mimbar, Bendahara dibunuh di jalan raya, anak-anak sekolah dipancung kepalanya, Sekum GKST mati ditembak di Palu, gedung-gedung gereja dibakar, sebagian besar warga gereja mengungsi, sesungguhnya kami telah menaruh tanda tanya besar tentang iman kami, apakah memang Kristus itu ada? Tetapi peristiwa di Meko kembali meneguhkan iman kami, dan percaya dengan sungguh bahwa Kristus benar-benar hidup.” Demikian juga pernyataan GKST dalam buku Fenomena Mujizat Kesembuhan Ilahi di Meko, yang ditulis oleh Pdt. Dr. Tertius Y. Lantigimo, “Fenomena Meko adalah pekerjaan Roh Kudus. Tuhan menyatakan kasih dan kuasa-Nya bagi nereka yang menyatakan pertobatan, dan menghubungkan manusia yang satu dengan manusia yang lain tanpa dibatasi oleh aliran, agama, suku, dan ras.” Merenungkan hal itu maka sesungguhnya sedang terjadi sebuah proses rekonsiliasi dengan cara Allah sendiri tanpa panitia dan tanpa perjanjian-perjanjian dari mereka yang bertikai seperti yang dilakukan orang selama ini. Dengan begitu, juga telah terjadi proses penyembuhan luka-luka sosial yang diakibatkan oleh konflik yang berkepanjangan. Tepatlah yang berulang kali disampaikan oleh ibunya Selvin, “Janganlah datang ke sini untuk berobat. Di sini tidak ada pengobatan, tetapi yang ada ialah pertobatan.“ Dengan pertobatan itu maka Allah berkenan menyembuhkan “luka-luka“ yang diderita manusia. Kalau anda bertobat dan Tuhan berkenan menyembuhkan maka anda pun sembuh.

ada pertanyaan-pertanyaan dan mungkin juga perbedaan pendapat yang muncul, maka Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja menyampaikan suara penggembalaan ini kepada seluruh warga Gereja Toraja:

1. Pengakuan Gereja Toraja Bab I ayat 2 mengatakan, ”Allah itu adalah satu-satunya sumber kehidupan, berkat, dan kebaikan. Hanya Dialah yang boleh disembah.” Patokan Gereja Toraja untuk melihat peristiwa Meko adalah Alkitab dan Pengakuan Gereja Toraja. Kesembuhan, kepulihan, dan kebertobatan yang banyak orang alami di Meko tidak bisa dianggap berasal dari yang bukan Allah. Kita percaya bahwa Allah mahakuasa sepanjang masa. Dia hadir di segala waktu dan tempat. Firman Tuhan dalam Matius 18:20 mengatakan ”Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Tuhan hadir di tempat di mana Nama-Nya disembah dan dimuliakan dalam perkumpulan. Tuhan dapat bertindak di mana saja dan kapan saja Ia berkehendak. Tidak ada yang dapat menjadi penasihat Tuhan. ”Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?” (Yes 40:13). Kalau Dia berkehendak memilih seorang anak sekolah yang baru duduk di kelas III bernama Selvin, dan kemudian juga Ibunya (Ibu Mariati Sologi), serta daerah Meko untuk menyatakan karunia penyembuhan-Nya atas penderitaan sebagian umat manusia, maka hanya iman yang bisa menerimanya. Mungkin juga ada yang tidak percaya dengan alasannya sendiri.

2. Apa dan bagaimana pendapat Gereja Kristen di Sulawesi Tengah sendiri, di mana Selvin dan Ibunya menjadi anggota? Salah satu SMS yang kami terima dari Ketua I Majelis Sinode GKST berbunyi, ”Ketika terjadi kerusuhan di Poso dan Sulteng, di mana pendeta kami ditembak di atas mimbar, Bendahara dibunuh di jalan raya, anak-anak sekolah dipancung kepalanya, Sekum GKST mati ditembak di Palu, gedung-gedung gereja dibakar, sebagian besar warga gereja mengungsi, sesungguhnya kami telah menaruh tanda tanya besar tentang iman kami, apakah memang Kristus itu ada? Tetapi peristiwa di Meko kembali meneguhkan iman kami, dan percaya dengan sungguh bahwa Kristus benar-benar hidup.” Demikian juga pernyataan GKST dalam buku Fenomena Mujizat Kesembuhan Ilahi di Meko, yang ditulis oleh Pdt. Dr. Tertius Y. Lantigimo, “Fenomena Meko adalah pekerjaan Roh Kudus. Tuhan menyatakan kasih dan kuasa-Nya bagi nereka yang menyatakan pertobatan, dan menghubungkan manusia yang satu dengan manusia yang lain tanpa dibatasi oleh aliran, agama, suku, dan ras.” Merenungkan hal itu maka sesungguhnya sedang terjadi sebuah proses rekonsiliasi dengan cara Allah sendiri tanpa panitia dan tanpa perjanjian-perjanjian dari mereka yang bertikai seperti yang dilakukan orang selama ini. Dengan begitu, juga telah terjadi proses penyembuhan luka-luka sosial yang diakibatkan oleh konflik yang berkepanjangan. Tepatlah yang berulang kali disampaikan oleh ibunya Selvin, “Janganlah datang ke sini untuk berobat. Di sini tidak ada pengobatan, tetapi yang ada ialah pertobatan.“ Dengan pertobatan itu maka Allah berkenan menyembuhkan “luka-luka“ yang diderita manusia. Kalau anda bertobat dan Tuhan berkenan menyembuhkan maka anda pun sembuh.

Kegiatan BPMS Gereja Toraja Maret 2008

KEGIATAN BPMS GEREJA TORAJA Maret 2008

1 Maret 2008

Pemeriksaan ajaran dan perihidup calon pendeta Oktavina Bidangan, STh di Jemaat Rante Lemo Klasis Makale Utara

2 Maret 2008

Penguraian Pdt. Northon Loa Bawu Linting, S.Th di Jemaat Rante Klasis Mengkendek Timur

Peneguhan Pdt. Barto Masna Pauang, S.Th di Jemaat Kalembang Klasis Sangalla Barat

Percakapan dengan Majelis Jemaat Tombang Kalua’ dan Pdt. Ibrahim Sannang di Jemaat Tombang Kalua’ Klasis Kesu’ La’bo’

Penjelasan Tata Gereja Toraja di Jemaat Dende’ Klasis Dende Denpiku

3 Maret 2008

Pemeriksaan ajaran dan perihidup calon Pendeta Berly Tandipayung, S.Th di Jemaat Paku Klasis Dende Denpiku

5-9 Maret 2008

Raker dan LKW PWGT di Missiliana Hotel

7 Maret 2008

Pembinaan: Sosialisasi Tata Gereja Toraja dan administrasi dan pengelolaan keuangan Gereja di jemaat Rante Pasang – Klasis Parandangan

8 Maret 2008

Peneguhan Pdt. R.T. Mongan, S.Th di Jemaat To’tallang – Klasis Bokin Pitung Penanian

9 Maret 2008

Peneguhan Pdt. Luther Taruk, M.Th di Jemaat Tallunglipu Klasis Tallunglipu

Rapat BPK ABBA mengenai pengajuan pendeta

10 Maret 2008

Peneguhan Pdt. Benyamin Sulle Tonapa, S.Th di Jemaat Marante Klasis Madandan

Percakapan dengan Pengurus YPKT cabang Luwu (Palopo dan Padangsappa) di Luwu

14 Maret 2008

Peneguhan Pdt. Karel Sanda Toding, S.Th di Jemaat Karawak Klasis Maranpa (Makale Randanbatu Pa’buaran)

19 Maret 2008

Penguraian Pdt. Yusuf Paliling, S.Th di Jemaat Leatung Klasis Sangalla’

20 Maret 2008

Sidang Klasis Pantilang

Penguraian Pdt. Menathan Tulak, S.Th di Jemaat Pangala Klasis Pangala

Penahbisan Jemaat Pangala Klasis Pangala

22 Maret 2008

Pengurapan calon pendeta Berly Tandipayung, S.Th di Jemaat Paku Klasis Dende Denpku

23 Maret 2008

Penguraian Pdt. Marthen Manguling, S.Th dan peneguhan Pdt. Menthan Tulak, S.Th dan Pdt. Yusuf Paliling, S.Th di Jemaat Rama Klasis Makassar.

25 Maret 2008

Penguraian Pdt. Elis Bali, S.Th di Jemaat Leppan Klasis Rembon Sado’ko’

27-30 Maret 2008

Kamp. Paskah dirangkaikan KPI se Klasis Seko Padang di Seko Padang

27 Maret 2008

Penguraian Pdt. Ezra Sampe, S.Th di Jemaat Imanuel Kampung Baru – Klasis Masamba

29 Maret 2008

Penguraian Juniery Sura’, S.Th di Jemaat Tombang Klasis Makale Selatan

30 Maret 2008

Penguraian Pdt. Abraham Sannang, B.Th di Jemaat Sa’dan Klasis Sa’dan

Peneguhan Pdt. Ezra Sampe, S.Th di Jemaat Moria Palu Klasis Sulawesi Tengah

Emeritasi Pdt. C. Parintak, M.Th dan Pdt. Dra Ny. S.Y. Parintak R dan peneguhan Pdt. Marthen Manguling, S.Th di Jemaat Jakarta Kota Klasis Pulau Jawa

31 Maret 2008

Peneguhan Pdt Elis Bali, S.Th di Jemaat Agape Topangana Klasis Sulawesi Tengah

13 April 2008

Sejarah Singat Gereja Toraja

SEJARAH SINGKAT GEREJA TORAJALatar Belakang Gereja Toraja


1. Sejarah Gereja Toraja

Cikal bakal Gereja Toraja berawal dari benih injil yang ditaburkan oleh guru-guru sekolah Landschap (anggota Indische Kerk-Gereja Protestan Indonesia), yang dibuka oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. Para guru ini berasal dari Ambon, Minahasa, Sangir, Kupang, dan Jawa. Atas pimpinan dan kuasa Roh Kudus, terjadilah pembaptisan yang pertama pada tanggal 16 Maret 1913 kepada 20 orang murid sekolah Lanschap di Makale oleh Hulpprediker F. Kelleng dari Bontain. Pemberitaan injil kemudian di lanjutkan secara intensif oleh Gereformerde Zendingsbond (GZB) yang datang ke Tana Toraja sejak 10 Nopember 1913. GZB adalah sebuah badan zending yang didirikan oleh anggota-anggota
Nederlandse Hervormde Kerk (NHK) yang m,enganut paham gereformeerd. GZB berlatarbelakang pietis, dalam arti sangat mementingkan kesalehan dan kesucian hidup orang Kristen. Injil yang ditaburkan oleh GZB di Tana Toraja tumbuh dan dibina oleh GZB selama kurang lebih 34 tahun lamanya. Paham teologi GZB yang pietis itu banyak mempengaruhi paham teologi warga Gereja Toraja sampai saat ini.

Pada tahun 1947 terjadilah babak baru dalam sejarah penginjilan di kalangan masyarakat Toraja. tepatnya pada tanggal 25 – 28 Maret 1947 diadakanlah persidangan Sinode I di Rantepao yang dihadiri oleh 35 utusan dari 18 Klasis. Sidang Sinode I ini memutuskan bahwa orang-orang Toraja yang menganut agama Kristen bersekutu dan berdiri sendiri dalam satu institusi gereja yang diberi nama Gereja Toraja. Dalam rangka membina persekutuan, kesaksian dan pelayanannya sejak berdiri sendiri Gereja Toraja telah mengalami banyak pergumulan, baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri (faktor internal), maupun yang berasal dari luar (farktor eksternal). Pergumulan internal yang cukup menonjol segera mencuat ke permukaan yaitu kurangnya tenaga pelayan (SDM) yang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk mampu melayani dan membina warga gereja yang mulai bertumbuh serta mulai menyebar ke luar wilayah Tana Toraja. Masalah lain yang cukup menantang ialah bagaimana sikap Gereja Toraja yang benar, baik dan tepat terhadap adat-istiadat dan kebudayaan Toraja. Tantangan eksternal yang segera dihadapi Gereja Toraja yang relatif masih muda dan serba terbatas itu antara lain adanya pergolakan DI/TII. Pada saat itu warga Gereja Toraja cukup menghadapi tantangan disatu pihak, dipihak lain pertumbuhan jumlah anggota Gereja Toraja cukup drastis. Tetapi karena kurangnya tenaga pelayan, maka banyak orang Toraja yang menjadi Kristen tidak terbina sebelumnya dan kurang terlayani secara baik sesudah menjadi anggota Gereja Toraja. Akibatnya kualitas iman Kristiani menjadi memprihatinkan. Masalah lain turut mempengaruhi pertumbuhan Gereja Toraja adalah bertumbuhkembangnya ajaran komunisme yang memuncak pada peristiwa G30S/PKI di Indonesia. Ketika itu sebagian warga Gereja yang memiliki kadar iman yang tidak cukup kuat dengan mudah terseret oleh bujukan PKI tanpa mengetahui apa itu PKI dan apa tujuannya. Sementara di zaman Orde Baru, di satu pihak perkembangan Gereja Toraja secara kuantitatif dan penyebaran wilayah pelayanan cukup besar. Tetapi dilain pihak,warga Gereja Toraja sebagai bagian integral dari masyarakat dan bangsa Indonesia ikut tertulari oleh berbagai penyakit social saat itu. Salah satu masalah besar yang dialami masyarakat Indonesia di era Orde Baru adalah terjadinya kesenjangan social ekonomi antar masyarakat Indonesia. Keadaan ini berdampak pula bagi pertumbuhan Gereja Toraja yang tidak merata disegala bidang. Akibatnya warga gereja dan wilayah pelayanan Gereja Toraja sangat bervariasi. Sebagian besar warga Gereja Toraja masih hidup dalam kemiskinan, namun ada pula yang telah sejahtera dan mapan ekonominya. Dari sudut wilayah pelayanan, sebagian besar berada di pelosok-pelosok yang masih sulit dijangkau dan menghadapi masyarakat yang relatif homogen, namun sudah ada pula yang berada di kota metropolitan yang maju dan modern serta bergaul dengan masyarakat majemuk di berbagai bidang. Variasi ini melahirkan pula perbedaan kepentingan dan kebutuhan, sebab pola pikir, wawasan dan pola hidup merekapun berbeda. Keadaan ini pada gilirannya cukup mempengaruhi efektifitas dan efisiensi pelayanan Gereja Toraja. Hal lain yang perlu pula disinggung disini ialah masyarakat Indonesia telah menjadi amat pragmatis dan materialistis. Keadaan ini mau tidak mau berpengaruh pula kepada warga Gereja Toraja. Ketika orang telah menjadi materialistis, maka materi menjadi ukuran kesuksesan dan keberhasilan seseorang. Sifat ini selanjutnya akan melahirkan sikap yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh materi dengan segala dampak dan konsekuensinya. Tentu masih banyak lagi faktor lain baik internal maupun eksternal yang turut mempengaruhi perjalanan Gereja Toraja pada masa lampau, namun tidak dapat diuraikan secara lengkap. Faktor-faktor yang dikemukakan di atas hanyalah yang dianggap paling signifikan mempengaruhi perkembangan Gereja Toraja pada masa lampau sehingga Gereja Toraja ada sebagaimana ia ada pada saat ini.

2. Bentuk Gereja Toraja

Gereja Toraja dalam menata kelembagaan sebagai alat pelayanan menerapkan bentuk struktur pelayanan Presbiterial Sinodal, dengan pengertian yaitu :

• Bentuk Presbiterial, adalah pengaturan tata hidup dan pelayanan gereja yang dilaksanakan oleh para presbiteroi (Pendeta, Penatua, dan Syamas ) dalam satu jemaat.

• Bentuk Sinodal ( Sinode artinya berjalan bersama) diwujudkan dalam proses pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan oleh Majelis Gereja dari seluruh Jemaat yang berhimpun bersama-sama secara berjenjang mulai dari Klasis, Sinode Wilayah sampai Sinode Am; yang sebagian kewenangannya dimandatkan kepada badan-badan pelaksana yang diangkat dalam masing-masing persidangan yang bersangkutan.

• Jadi bentuk Presbiterial Sinodal adalah pengaturan tata hidup dan pelayanan gereja yang dilaksanakan oleh para presbiteroi (Pendeta, Penatua, Syamas) dalam satu jemaat, dengan keterikatan dan ketaatan kepada kebersama-samaan dengan para presbiteroi dalam lingkup yang lebih luas (Klasis, Sinode Wilayah, Sinode Am)

B. Analisis Medan Pelayanan

Setiap kelembagaan dapat mempertahankan eksistensinya apabila setia dan mampu menjalankan visi dan misi oraganisasinya secara konsisten, berkesinambungan, dinamis serta relevan dengan kebutuhan lingkungan dan jamannya. Dalam kerangka pemahaman tersebut Gereja Toraja sebagai sebuah lembaga harus memiliki kemampuan untuk tanggap dan adaptif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dirinya dan lingkungan strategis di sekitarnya.

Untuk itu, sebagai sebuah organisasi maka Gereja Toraja harus melakukan analisis dan identifikasi problematika dan tantangan lingkungan disekitarnya untuk menentukan perencanaan selanjutnya bagi pencapaian tujuan secara utuh. Dengan begitu maka Gereja Toraja mampu bergerak secara proaktif untuk memberikan respon pelayanan terhadap realitas kekinian yang berlangsung disekelilingnya sebagai tanggung jawab iman yang harus ditunaikan.

1. Kondisi Kekinian.

• Internal :

- Bentuk kelembagaan Gereja Toraja menerapkan sistem Presbiterial Sinodal yang terdiri dari 4 (empat) Wilayah yang membawahi 74 Klasis, 797 jemaat dan 290 lebih cabang kebaktian yang tersebar dibeberapa propinsi di Pulau Sulawesi, Kalimantan dan Jawa. Kondisi medan pelayanan dengan letak geografis yang berbeda tersebut secara otomatis menggambarkan keragaman dan perbedaan potensi dari masing masing wilayah pelayanan. Perbedaan potensi dari setiap wilayah pelayanan yang ada niscaya membutuhkan management (pengelolaan) yang kuat dan optimal, dengan tetap mempertimbangkan karakteristik masing-masing medan pelayanan.

- Bentuk Presbiterial Sinodal yang dianut Gereja Toraja diterapkan dengan pendekatan manajemen pengwilayahan pelayanan dalam rantai hirarkhi organisasi mulai dari tingkat Sinode Pusat, Wilayah, Klasis dan Jemaat. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengkoordinasian dan pendistribusian pelayanan secara terpadu kepada seluruh jemaat-jemaat dalam lingkup Gereja Toraja. Pilihan format pengorganisasian dengan rantai kelembagaan seperti ini sangat cocok diterapkan pada masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Gereja Toraja hingga decade tahun 90-an. Kini dengan perkembangan modernisasi yang menuntut kecep atan dan ketepatan serta semakin memudarnya batas-batas ruang dan wilayah akibat akselerasi teknologi di bidang komunikasi, informasi dan transportasi maka pilihan pengorganisasian dengan pendekatan yang ada sekarang ini ( Sinode Pusat, Wilayah, Klasis, Jemaat) dirasakan tidak lagi efektif dan efisien, malah semakin mengarah pada in-efisiensi Sumber daya dan dana serta terkesan birokratis dan lamban dalam merespon berbagai kebutuhan kekinian di medan pelayanan.

- Pada sisi fungsionaris pelayan / presbiteroi (Pendeta, Penatua, Syamas) juga perlu mendapat perhatian khususnya keberadaan tenaga Pendeta yang prosentasenya belum seimbang jika dibandingkan dengan kebutuhan jemaat dalam seluruh lingkup pelayanan Gereja Toraja. Jumlah Pendeta yang ada saat ini sekitar 500 orang dengan perbandingan 797 jemaat dan 290 lebih cabang kebaktian dirasakan belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan. Selain itu, hal yang cukup mendasar yang menjadi masalah adalah adanya kesenjangan potensi antar jemaat/wilayah pelayanan. Pada wilayah tertentu misalnya wilayah IV yang umumnya tersebar di daerah perkotaan memiliki potensi Sumber Daya yang mampu menjawab kebutuhan pelayanan wilayah yang bersangkutan, sementara pada wilayah pelayanan yang terletak di daerah pelosok dan pedesaan umumnya masih mengalami kendala diseputar Sumber Daya untuk menjawab kebutuhan pelayanan diwilayah tersebut. Keberadaan Penatua dan Syamas dimasing masing wilayah juga mengalami kesenjangan kualitas SDM sehingga hal tersebut sangat berimplikasi pada kualitas persekutuan, pelayanan dan kesaksian pada masing-masing wilayah (klasis dan jemaat).

- Dibidang sarana dan prasarana yang merupakan asset pendukung persekutuan, pelayanan dan kesaksian membutuhkan peningkatan kapasitas baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu dibutuhkan upaya peningkatan profesionalisme para pengelola dan pekerja pada masing-masing unit yang bersangkutan seperti : tenaga kesehatan (dokter/perawat) untuk 2 buah Rumah Sakit GT, tenaga guru/dosen untuk 44 sekolah dan 2 buah Perguruan Tinggi GT, tenaga pengelola untuk Lembaga Pelayanan Sosial GT, selain itu dibutuhkan modernisasi system, teknik, dan perangkat operasional pelayan melalui penggunaan teknologi komunikasi dan informasi.

- Kondisi keimanan warga jemaat banyak mengalami dekadensi (kemerosotan), hal ini dapat terlihat dari prilaku warga jemaat yang banyak terseret kedalam arus negatif globalisasi dan modernisasi seperti : terlibat Narkoba, premanisme dan sex bebas di kalangan generasi muda, berbagai bentuk perjudian, gaya hidup hedonisme dan berfoya-foya, kurang berempati terhadap kondisi sosial/kemasyarakatan yang berkembang disekelilingnya, dan lain-lain prilaku yang negatif. Jika dianalisis lebih jauh ternyata situasi demikian dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang signifikan berkorelasi positif adalah rendahnya kualitas pembinaan mental spritual dalam pelayanan Gereja Toraja yang disebabkan oleh mutu kotbah (rendah) dari para pelayan yang tidak mampu mengubah pribadi anggota jemaat, hal ini juga sangat terkait dengan muatan kotbah yang kurang kontekstual dengan pergumulan yang tengah dihadapai anggota jemaat, sering kali pemaparan kotbah hanya melakukan teknik analisi isi (content) berdasarkan tekstual Alkitab (belum kontekstual) dengan pemahaman akademik, filosofis yang tidak langsung dapat tercerna dan dipahami oleh jemaat yang hadir dalam ibadah. Hal lain yang turut berpengaruh secara signifikan terhadap degradasi keimanan jemaat adalah kurangnnya frekuensi pelayanan spritual seperti konseling mingguan (rutin), KPI kategorial mingguan (rutin), kelompok-kelompok sel PA. Kegiatan kerohanian hanya dilakukan sebagai tradisi mingguan (hari minggu dan ibadah Rumah Tangga). Sementara sepanjang hari senin hingga sabtu fungsi pelayan (khususnya Pendeta) tak lebih sekedar sebagai pekerja organisasi. Sementara justru sepanjang hari senin hingga sabtu warga jemaat begitu banyak mengalami pergumulan hidup yang sering kali menghantarkan mereka pada pengambilan jalan pintas untuk menyelesaikan masalah.

- Konsentrasi para Presbiteroi (Pendeta, Penatua, Syamas) lebih banyak tersita untuk mengurus dan mengelola Gereja pada sisi kelembagaannya ketimbang berkonsentrasi pada tugas-tugas pembinaan mental-spiritual warga jemaat selaku Gereja yang hakiki (orang / manusianya).

- Realitas internal kekinian gereja juga diwarnai oleh persinggungan kaum awam dan theolog dalam dalam memerankan fungsi pelayanan dan pendaratan makna evangelisasi di tengan jemaat dan maysrakat luas. Potensi kaum awam dalam sektor financial dan profesionalisme, serta kapasitas intelektualitas harus dipandang sebagai potensi positif dan talenta bagi fungsi kesatuan tubuh Kristus dalam tugas-tugas pelayanan yang kontekstual.

- Keberadaan lembaga pelayanan kategorial / OIG (SMKMGT, PPGT, PWGT) masih ditempatkan sebagai unsur complementary (pelengkap) yang belum menjadi fokus utama pelayanan dan pembinaan. Walaupun di atas kertas dalam setiap keputusan persidangan GT diberbagai tingkatan unsur OIG selalu mendapat rekomendasi untuk diberikan perhatian penuh, namun dalam realitas pengelolaan aktivitas pelayanan, mereka sering kali tidak mendapat perhatian yang cukup.

- Gereja Toraja memiliki keberagaman potensi yang dimiliki warga jemaat (talenta dan profesi) yang belum dikelola secara maksimal untuk mendukung tugas-tugas pelayanan secara luas. Warga Gereja Toraja kurang lebih 500.000 Jiwa yang tersebar diberbagai wilayah merupakan asset yang mampu memenuhi kebutuhan berbagai Sumber Daya yang diperlukan oleh Gereja Toraja dalam mencapai visi dan tujuan akhirnya.

MENYEBARKAN FIRMANMENYEBARKAN FIRMAN

• Eksternal :

- LOKAL :

- Gereja Toraja tumbuh dan berkembang dalam interaksi dengan budaya dan peradaban masyarakat Toraja. Tak bisa dipungkiri bahwa Gereja Toraja tak dapat dipisahkan dengan masyarakat Toraja, kondisi ini seringkali menghantarkan Gereja Toraja dipersimpangan jalan untuk memutuskan apakah menarik garis demarkasi secara tegas untuk menyatakan “ tidak ” terhadap adat-istiadat yang bertentangan dengan firman Tuhan, ataukah “ membungkus “ ketidakberdayaan pimpinan umat (gereja) terhadap eksistensi adat dan tradisi lokal dengan argumentasi “ bertheologi kontekstual “ untuk melanggengkan adat sekaligus agar misi pelayanan pekabaran injil tertap berjalan di tengah masyarakat Toraja yang masih memegang kuat tradisi nenek moyangnya. Hingga kini budaya “Rambu Solo” (kematian) masih menjadi fenomena yang tak mampu dibendung Gereja Toraja, padahal pada satu sisi, kegiatan ini sangat jelas mempertontonkan tradisi penonjolan pristise lewat pemborosan yang sangat bertentangan dengan etika protestan (protestant ethics) yang menekankan hidup hemat.

- Pergeseran tatanan politik melalui penerapan otonomi daerah pada satu sisi memberi ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat lokal untuk mengekspresikan aspirasi mereka sesuai kepentingan dan masa depan yang diinginkan, namun pada sisi lain akan menimbulkan pergeseran konflik dari pusat ke daerah yang berjalan secara alami, situasi tersebut juga dipicu oleh ketidakmatangan mental para elit politik local dan pemimpin masyarakat yang dapat menimbulkan solidaritas sempit melalui semangat primordial, sektarianisme yang bisa bermuara pada gesekan sosial politik di tingkat lokal. Berbagai praktik money politics (politik uang) yang mengiringi otonomi daerah juga sangat berdampak buruk pada prilaku masyarakat yang semakin pragmatis dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan hidup. Fenomena tersebut juga menjadi tantangan Gereja Toraja selaku pengawal moral masyarakat.

- Partisipasi Gereja di bidang politik sering kali salah dimaknai oleh para elit Gereja Toraja sehingga menceburkan institusi Gereja Toraja dalam politik praktis berupa dukungan politik, klaim-klaim politik selaku wakil Gereja Toraja untuk memperebutkan jabatan politik, dan berbagai strategi terselubung lainnya yang dapat menghantarakan institusi Gereja Toraja ke arah perpecahan. Padahal yang diharapkan dari partisipasi Gereja dibidang politik adalah selaku instrumen untuk menyampaikan suara kenabian melalui kontrol dan himbauan moral bagi pribadi-pribadi warga Gereja Toraja maupun masyarakat luas yang terlibat dalam dunia politik untuk menjadikan politik sebagai instrumen dan medan pengabdian bagi kemuliaan nama Tuhan, untuk perwujudan syalom Allah di dunia.

- Berbagai masalah social yang kini terjadi di Tana Toraja yang notabene sebagai basis utama pelayanan Gereja Toraja dan seluruh instrumen kelembagaan Gereja Toraja berkedudukan di sana (mulai dari Jemaat, Klasis, Wilayah, hingga BPS), semakin mempertegas ketidakoptimalan fungsi pembinaan dan pelayanan mental spiritual Gereja Toraja terhadap lingkungan sekitarnya. Semakin maraknya peredaran narkoba, premanisme kelompok pemuda, sex bebas/ prostitusi terselubung, kriminalitas pencurian, perjudian, gaya hidup pragmatis dan hedonis adalah gambaran penyakit sosial masyarakat yang tumbuh karena semakin menipisnya kualitas keimanan masyarakat.

- NASIONAL :

- Kehadiran Gereja Toraja yang tersebar dibeberapa propinsi di tanah air membuka ruang dan kesempatan yang strategis untuk turut berperan serta secara signifikan bagi partsipasi penataan kebangsaan yang sedang membutuhkan gagasan-gagasan pencerahan dan pemikiran yang bernas dalam upaya pencarian jati diri ke-Indonesiaan yang tengah berada dalam masa transisi nilai dibidang politik, social, ekonomi dan relasi antar umat beragama.

- Tumbuh suburnya berbagai pemahaman theologis masa kini dirasakan membuat gereja-gereja di Indonesia semakin dinamis dalam kontekstual iman, namun pada sisi perjuangan gerakan oikumene kondisi tersebut jika tidak dikelola secara baik dapat berimplikasi pada kecenderungan makin menajamnya eksklusifitas denominasi masing-masing gereja karena perbedaan yang tajam pada sisi hermeneutika dan terminologi theologis.

- Konflik horizontal ditengah masyarakat akibat penggunaan simbol-simbol agama dan etnis telah memformat pola pikir masyarakat dalam bingkai rumah kaca primordialitas. Sementara para elit politik juga seringkali melakukan politisasi agama dan agamaisasi politik demi kepentingan sesaat dan tujuan kelompok sempit yang dapat menghantarkan relasi keagamaan kejurang perpecahan dan kekerasan agama. Realitas ini menjadi tantangan Gereja Toraja untuk turut membangun kontrol yang signifikan bagi cara-cara yang pragmatis seperti itu.

- Dibalik maraknya orang menjalani kehidupan ritual keagamaan, termasuk masyarakat kristiani, justru pada sisi lain terjadi arus balik dimana kehidupan keagamaan itu menjadi terasing dari kehidupan. Inilah yang disebut sebagai irrelevansi agama dan idolatri agama, karena dibalik bangkitnya semangat kegamaan dalam wujud ritualisme, formalisme, dan vertikalisme, maka bersamaan dengan itu telah terjadi keruntuhan moral dan etika para pengikut (umat) dari masing-masing agama. Bahkan yang lebih tragis adalalah munculnya berbagai benturan antar umat agama diberbagai pelosok di tanah air yang semakin melegitimasi sisi buruk kehidupan keagamaan di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa ajaran moral, etika dan kasih yang diajarkan Gereja belum mampu menuntun gereja dan warganya untuk memasuki kehidupan bermasyarakat secara baik dalam kehidupan majemuk.

- Tragedi sosial dalam lingkup Nasional yang begitu beruntun (bencana alam seperti: tsunami, gempa, longsor, banjir,dll) yang merenggut ribuan nyawa telah menyinggung perasaan kemanusiaan seluruh komponen bangsa Indonesia. Kejadian ini harus dilihat sebagai sebuah waktu Illahi (chairos Allah) untuk mengaktualisasikan solidaritas kemanusiaan Gereja sekaligus mengembangkan sensitifitas dan solidaritas sosial gereja sebagai lembaga pelayanan dalam arti luas untuk menegaskan keberpihakan gereja bagi orang yang tengah menghadapi kesulitan tanpa memandang latar belakang perbedaan sosial, agama, dan etnis.

- Pasca pemilu 2004 telah menghasilkan pemerintahan yang terpilih secara demokratis dan tengah menjalankan komitmen untuk melakukan pemberantasan Kolusi Korupsi Nepotisme, clean government (pemerintahan bersih), penegakan hukum, pemberantasan illegal loging (penyelundupan kayu), pemberantasan Narkoba dan berbagai program besar yang harus didukung oleh seluruh komponen masyarakat. Selaku pilar moral-spiritual maka Gereja Toraja secara proaktif harus memainkan peran yang signifikan bagi program nasional yang tengah dijalankan oleh pemerintah. Memberi pembinaan mental, moral dan suara kenabian yang lebih praksis, konkrit, dan tegas bagi warganya maupun masyakat secara luas adalah langkah yang harus dilakukan oleh Gereja Toraja dengan segala konsekuensi sebagai pemikul salib Kristus.

- Salah satu danpak negatif dari kebijakan desentralisasi (otonomi daerah) dalam tatanan politik di tanah air menempatkan eksistensi Gereja pada posisi yang terjepit, yang disebabkan adanya kepentingan-kepentingan sempit dari kelompok tertentu yang tidak menghendaki Gereja tumbuh dan berkembang dibumi Indonesia. Kelompok tersebut adalah para “ petualang-petualang ideology “ yang sejak NKRI berdiri sudah memaksakan kehendak mereka untuk mendirikan Negara Indonesia berdasarkan platform agama tertentu. Melalui media otonomi daerah kini gerakan tersebut kembali muncul ke permukaan dengan strategi regulasi di tingkat local ( lewat PERDA, dan aturan lokal lainnya) yang merupakan turunan dan reinkarnasi SKB tahun 1969, bahkan lebih jauh dari itu kelompok-kelompok tersebut kini secara terang-terangan berjuang untuk penerapan syariat agama tertentu di beberapa daerah. Realitas ini sungguh merupakan pengingkaran terhadap NKRI dan sangat rentan menimbulkan konflik beragama. Secara khusus gerakan ini sangat meresahkan dan menjadi hambatan bagi pertumbuhan gereja ke depan.

- Mengemukanya berbagai gerakan radikal/fundamentalis dari kelompok tertentu yang terekspresi melalui gerakan teroris merupakan persoalan yang harus diantisipasi secara bijak oleh Gereja. Pada satu sisi implikasi dari prilaku terorisme ini menimbulkan kewaspadaan sekaligus phobia (ketakutan) dalam melakukan ritual keagamaan bagi umat Kristen, namun pada sisi lain Gereja juga dituntut untuk berani melakukan perlawanan moral terhadap tindakan-tindakan yang tidak manusiawi tersebut, sekaligus juga menjadikan hal tersebut sebagai moment untuk menginstropeksi, re-stropeksi dan otokritik terhadap strategi, mekanisme, bentuk-bentuk kehadiran Gereja di tengah-tengah masyarakat majemuk di Indonesia.

- GLOBAL :

- Situasi dan kecenderungan umum yang akan banyak mewarnai perjalanan umat manusia (termasuk Gereja) di awal abad 21 akan diwarnai dengan issu-issu besar seperti : globalisasi dan tingginya penghargaan akan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), perjuangan terhadap nilai demokratisasi, perhatian terhadap lingkungan hidup seperti pembangunan berkelanjutan (suistenable development) , kebangkitan agama-agama dan kesetaraan Gender. terhadap berbagai kondisi tersebut diperlukan apresiasi secara professional dalam rangka memahami perubahan tanda-tanda jaman yang sedang berlangsung. Fenomena Globalisasi tersebut berlangsung begitu cepat dan tanpa disadari kita (gereja) telah berada di dalam pusarannya. Globalisasi di bidang politik ditandai dengan kemenangan ideologi dengan pendekatan sistem demokrasi atas komunisme, dibidang ekonomi melalui kemenangan ekonomi liberal-kapitalisme, dibidang sosial-budaya ditandai dengan perjuangan civil society, dibidang teknologi dengan akselerasi teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Globalisasi juga ditandai dengan adanya apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan (knowledge based society). Melalui berbagai kemajuan tersebut, sekat ruang dan waktu terasa semakin maya dan membuka kemungkinan bagi seluruh komponen umat manusia untuk bias berinteraksi secara langsung tanpa adanya kendala. Kemajuan ini akan memungkinkan setiap manusia dari berbagai latar belakang social-budaya-ekonomi-geografis dapat berinteraksi dan bekerjasama bagai pencapaian tujuan bersama, namun pada sisi lain persaingan dalam situasi yang bebas ini dapat berdampak pada kesenjangan kehidupan yang makin besar di bidang ekonomi dan penguasaan sumber daya strategis lainnya oleh kelompok-kelompok tertentu yang mampu menguasai faktor-faktor determinan dalam globalisasi tersebut. Dampak negatif lain dari arus globalisasi adalah pola hidup masyarakat yang cenderung pragmatis karena fasilitas yang serba instan, dampak kebebasan informasi yang mengarah pada prilaku sex bebas, gaya hidup hedonis, dan penggunaan modernisasi teknologi untuk kegiatan negatif dan kriminalitas. Berbagai fenomena ini harus menjadi faktor yang perlu diantisipasi Gereja Toraja dalam menata pola persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengan warga gereja dan warga masyarakat yang lebih luas.

2. Kecenderungan Masa Depan.

• Keberadaan Gereja tidak hanya dipandang dari sudut kelembagaan semata melainkan harus ditempatkan dalam kerangka theologis yaitu sebagai persekutuan orang percaya yang ditempatkan di tengah dunia untuk memberi kesaksian dan pelayanan. Sebagai institusi Illahi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat (jemaat) maka gereja dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi terhadap fenomena social dan politik yang terjadi disekitarnya sehingga gereja mampu memetakan dan membaca tanda-tanda zaman dan tidak lagi bersikap afirmatif dan kompromis terhadap praktik-praktik penyelewengan, penindasan, dan ketidakadilan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, melainkan berani mengambil peran lebih jauh dalam menyuarakan hati nurani masyarakat luas (vox populi vox dei) ke arah penegakan keadilan dan kebenaran. Kondisi social di negara-negara berkembang yang dipengaruhi oleh kemajuan peradaban menempatkan keberadaan lembaga-lembaga social kemasyarakatan yang bersentuhan langsung dengan basis (termasuk lembaga kerohanian/keumatan) menjadi faktor determinan membangun karakter dan prilaku masyarakat secara umum. Olehnya itu keberadaan Gereja Toraja sebagai salah satu lembaga yang bersentuhan langsung dengan masyarakat (warga gereja) ditantang untuk mampu menawarkan perubahan moral, mental dan spiritual yang nyata dan membumi baik bagi warganya maupun bagi masyarakat luas (sentrifugal), sebagaimana visi dan misi Gereja Toraja untuk menghadirkan damai sejahtera bagi semua.

• Perubahan tatanan kehidupan akibat kemajuan peradaban dalam globalisasi yang menuntut kenyamanan, ketepatan dan kecepatan pelayanan di segala sisi kehidupan manusia mendorong segala pranata sosial yang ada dalam masyarakat (termasuk gereja) untuk mampu beradaptasi dan melakukan penyesuaian-penyesuaian strategi dalam usaha mencapai tujuan masing-masing. Keberadaan pranata dalam masyarakat yang tak mampu menjawab kebutuhan pengikutnya akan tertinggal dan ditinggalkan warganya untuk mencari tawaran pelayanan pada kelembagaan lain yang lebih kompetitif. Demikian pula dengan keberadaan Gereja Toraja dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang lebih optimal bagi kebutuhan siraman rohani warga gereja Toraja yang semakin terkungkung dan mengalami kelabilan mental dan emosional. Pada situasi ini dibutuhkan kreatifitas pelayanan kerohanian yang mampu menyentuh dan mengangkat semangat keimanan/spiritualitas warga gereja. Perkembangan kemajuan juga menuntut adanya modernisasi kelembagaan melalui peningkatan sarana dan prasarana pelayanan, profesionalisme para pelayanan dan pekerja gerejawi, modernisasi system dan mekanisme kerja organisasi serta pengelolaan /manajemen kelembagaan yang profesional.

BAHAN DISADUR DARI:

a/n Panitia SSAXXII Bidang Materi

TIM RANTUS PROGRAM :

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

PERSEKTUAN PEMUDA GEREJA TORAJA

PEMBUKAAN

Persekutuan Pemuda Gereja Toraja adalah bagian asasi dari Gereja Toraja. Gereja Toraja sadar akan tugas dan panggilannya, karena itu membentuk wadah untuk memperlengkapi Pemuda Gereja Toraja bagi pekerjaan pelayanan dan pembangunan Tubuh Kristus.

Pemuda Gereja Toraja terpanggil menjadi pelayan Gereja agar menjadi warga Gereja yang mampu menyatakan kesaksiannya di tengah kelangsungan bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Persekutuan Pemuda Gereja Toraja berdasarkan Alkitab yang menyaksikan Yesus Kristus itulah Tuhan dan Juruselamat.

Pasal 1

NAMA

Organisasi ini bernama Persekutuan Pemuda Gereja Toraja disingkat PPGT

Pasal 2

KEDUDUKAN DAN WAKTU

(1) PPGT berkedudukan di tempat Gereja Toraja berada.

(2) Pengurus Pusat PPGT berkedudukan ditempat Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

(3) Organisasi ini didirikan pada tanggal 11 Desember 1962 untuk waktu yang tidak ditentukan.

Pasal 3

PENGAKUAN

PPGT sebagai bagian asasi dari Gereja Toraja mengaku menurut Pengakuan Gereja Toraja.

Pasal 4

ASAS BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

Dalam terang pengakuan seperti tercantum dalam pasal (3), maka PPGT berasaskan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara.

Pasal 5

TUJUAN

Terwujudnya warga PPGT yang sadar dan bertanggungjawab terhadap tugas panggilannya ditengah-tengah Gereja, masyarakat dan alam semesta.

Pasal 6

STATUS

PPGT adalah salah satu Organisasi Intra Gerejawi dalam Gereja Toraja.

Pasal 7

KEGIATAN

Untuk mencapai tujuan, PPGT melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan Pengakuan Gereja Toraja, Tata Gereja Toraja, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT dan keputusan-keputusan persidangan gerejawi.

Pasal 8

KEANGGOTAAN

(1) Anggota PPGT adalah pemuda Gereja Toraja.

(2) Keanggotan PPGT terbuka bagi pemuda yang menyetujui dan menerima Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT.

(3) Anggota PPGT terdiri dari :

a. Anggota Biasa

b. Anggota Luar Biasa

Pasal 9

HAK DAN KEWAJIBAN

(1) Anggota biasa mempunyai hak bicara, hak memilih dan hak dipilih.

(2) Anggota luar biasa mempunyai hak bicara

(3) Tiap anggota wajib mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggah PPGT

Pasal 10

STRUKTUR DAN KEPENGURUSAN

(1) Struktur PPGT disesuaikan dengan struktur Gereja Toraja

(2) Kepengurusan terdiri dari :

a. Pengurus PPGT Jemaat berkedudukan di tempat Badan Pekerja Majelis Gereja Toraja.

b. Pengurus PPGT Klasis berkedudukan di tempat Badan Pekerja Klasis Gereja Toraja.

c. Pengurus PPGT Wilayah berkedudukan di tempat Badan Pekerja Sinode Wilayah Gereja Toraja.

d Pengurus PPGT di Pusat berkedudukan di tempat Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

e. Ketua Pengurus PPGT di semua lingkup menjadi anggota ex-officio pada lingkup kepengurusan yang lebih luas.

Pasal 11

PERSIDANGAN

(1) Persidangan di lingkup Jemaat disebut Rapat Anggota

(2) Persidangan di lingkup Klasis disebut Konperensi Klasis

(3) Persidangan di lingkup Wilayah disebut Konperensi Wilayah

(4) Persidangan di lingkup Pusat disebut Kongres

Pasal 12

KEHADIRAN DAN POSISI PPGT DALAM PERSIDANGAN GEREJA TORAJA

Dalam setiap lingkup Persidangan Gereja Toraja, PPGT hadir sebagai Konsultan dan menjadi anggota ex-officio pada Badan Pekerja disetiap lingkup.

Pasal 13

HARTA MILIK

(1) Harta milik PPGT adalah semua anugerah Tuhan berupa benda bergerak dan tidak bergerak yang diperoleh melalui :

a. Sumbangan anggota

b. Pemberian yang tidak mengikat.

c. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan Tata Gereja Toraja, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggga PPGT dan keputusan-keputusan persidangan gerejawi.

(2) Semua harta milik PPGT didaftar sebagai milik Gereja Toraja.

Pasal 14

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

(1) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT hanya dapat dilakukan dalam Kongres PPGT atas usul sekurang-kurangnya tiga wilayah.

(2) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT disahkan oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

Pasal 15

PEMBUBARAN

(1) PPGT hanya dapat dibubarkan oleh Sidang Sinode Am Gereja Toraja.

(2) Pengurus pada setiap lingkup dapat dibubarkan oleh Persidangan Gereja Toraja apabila menyimpang dari Pengakuan Gereja Toraja, Tata Gereja Toraja, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT.

Pasal 16

PERALIHAN

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggran Rumah Tangga yang isinya sesuai dengan Anggaran Dasar

(2) Dengan disahkannya Anggaran Dasar PPGT ini, maka Anggaran Dasar PPGT yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi.


ANGGARAN RUMAH TANGGA

PERSEKUTUAN PEMUDA GEREJA TORAJA

Pasal 1

KEANGGOTAAN

(1) Anggota Biasa ialah anggota Gereja Toraja yang berumur 15-35 tahun.

(2) Anggota Luar Biasa ialah anggota Gereja Toraja yang tidak termasuk dalam ayat (1)

Pasal 2

HAK DAN KEWAJIBAN

(1) Setiap anggota PPGT berhak mendapat pelayanan gerejawi.

(2) Setiap anggota PPGT berkewajiban mentaati Pengakuan Gereja Toraja, Tata Gereja Toraja, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT, keputusan-keputusan persidangan gerejawi

(3) Setiap anggota PPGT berkewajiban menunjang kelancaran pelayanan PPGT

Pasal 3

RAPAT ANGGOTA

(1) Rapat Anggota dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.

(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota PPGT Jemaat yang diundang oleh Pengurus Jemaat dan dihadiri oleh Majelis Gereja yang ditunjuk untuk itu.

(3) Rapat Anggota dipimpin oleh Pengurus PPGT Jemaat sampai terbentuknya pimpinan rapat.

(4) Dalam keadaan luar biasa Majelis Gereja mengundang dan memimpin Rapat Anggota yang dihadiri oleh Pengurus PPGT Klasis.

(5) Rapat Anggota bertugas :

a. Menilai laporan Pengurus Jemaat dalam melaksanakan Keputusan Rapat Anggota dan keputusan-keputusan persidangan gerejawi yang lebih luas.

b. Menyusun Program Kerja

c. Menetapkan Struktur dan memilih Pengurus Jemaat.

Pasal 4

KONPERENSI KLASIS

(1) Konperensi Klasis dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.

(2) Konperensi Klasis dihadiri oleh tiga orang Utusan setiap Jemaat serta beberapa orang Utusan Cadangan.

(3) Konperensi Klasis dilaksanakan atas undangan Pengurus PPGT Klasis atau atas permintaan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Jemaat , dan dalam keadaan luar biasa dapat dilaksanakan atas undangan Badan Pekerja Klasis bersama Pengurus PPGT Wilayah.

(4) Konperensi Klasis sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Jemaat dan setengah di tambah satu dari jumlah Utusan yang seharusnya.

(5) Konperensi Klasis dinyatakan quorum mengambil keputusan apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Jemaat yang hadir dan setengah tambah satu dari jumlah Utusan yang hadir.

(6) Konperensi Klasis dibuka oleh Badan Pekerja Klasis.

(7) Pimpinan Sidang :

a. Pengurus PPGT Klasis memimpin sidang sampai terbentuknya Pimpinan Sidang.

b. Konperensi Klasis dipimpin oleh tiga orang Pimpinan Sidang, dengan komposisi dua orang dari unsur Utusan yang dipilih dan satu orang dari unsur Pengurus Klasis atas persetujuan Sidang.

c. Dalam keadaan luar biasa Badan Pekerja Klasis mengundang dan memimpin Konperensi Klasis yang dihadiri oleh Pengurus PPGT Wilayah.

d. Pimpinan Sidang dibentuk setelah Konperensi Klasis dinyatakan sah.

(8) Konperensi Klasis bertugas :

a. Menilai laporan Pengurus PPGT Klasis dalam melaksanakan Keputusan Konperensi Klasis dan keputusan Persidangan gerejawi yang lebih luas.

b. Menyusun dan menetapkan Pokok-Pokok Program dan kebijakan Organisasi.

c. Menetapkan Struktur dan memilih Pengurus PPGT Klasis.

Pasal 5

KONPERENSI WILAYAH

(1) Konperensi Wilayah dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun.

(2) Konperensi Wilayah dihadiri oleh lima orang Utusan setiap Klasis serta beberapa orang utusan Cadangan.

(3) Konperensi Wilayah dilaksanakan atas undangan Pengurus PPGT Wilayah atau atas permintaan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Klasis , dan dalam keadaan luar biasa dapat dilaksanakan atas undangan Badan Pekerja Sinode Wilayah bersama Pengurus Pusat PPGT.

(4) Konperensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Klasis dan setengah di tambah satu dari jumlah Utusan yang seharusnya.

(5) Konperensi Wilayah dinyatakan quorum mengambil keputusan apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah klasis yang hadir dan setengah tambah satu dari jumlah Utusan yang hadir.

(6) Konperensi Wilayah dibuka oleh Badan Pekerja Sinode Wilayah.

(7) Pimpinan Sidang :

a. Pengurus PPGT Wilayah memimpin siding sampai terbentuknya Pimpinan Sidang.

b. Konperensi Wilayah dipimpin oleh sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya lima dalam bentuk Majelis

c. Pimpinan Sidang dengan komposisi sebagian besar dipilih dari unsur Utusan dan sebagian kecil dari unsur Pengurus Wilayah atas persetujuan Konperensi Wilayah.

d. Dalam keadaan luar biasa Badan Pekerja Sinode Wilayah mengundang dan memimpin Konperensi Wilayah yang dihadiri oleh Pengurus Pusat PPGT .

e. Majelis Pimpinan dibentuk setelah Konperensi Wilayah dinyatakan sah.

(8) Konperensi Wilayah bertugas :

a. Menilai laporan Pengurus PPGT Wilayah dalam melaksanakan KeputusanKonperensi Wilayah dan keputusan Persidangan gerejawi yang lebih luas.

b Menyusun dan menetapkan Pokok-Pokok Program dan kebijakan Organisasi.

c. Menetapkan Struktur dan memilih Pengurus PPGT Wilayah.

Pasal 6

KONGRES

(1) Kongres dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam lima tahun.

(2) Kongres dihadiri oleh tiga puluh orang Utusan setiap Wilayah dan beberapa orang utusan Cadangan.

(3) Kongres dilaksanakan atas undangan Pengurus Pusat PPGT atau atas permintaan sekurang-kurangnya tiga Wilayah, dan dalam keadaan luar biasa dapat dilaksanakan atas undangan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

(4) Kongres dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya tiga Wilayah dan setengah ditambah satu dari jumlah Utusan yang seharusnya.

(5) Kongres dinyatakan quorum mengambil keputusan apabila dihadiri oleh sekurang- kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah Utusan yang hadir dan mewakili semua wilayah yang hadir.

(6) Kongres dibuka oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

(7) Pimpinan Sidang :

a. Pengurus Pusat PPGT memimpin sidang sampai terpilihnya Majelis Pimpinan

b. Kongres dipimpin oleh lima orang dalam bentuk Majelis Pimpinan dengan komposisi empat orang dari unsur Utusan yang dipilih dan satu orang dari unsure Pengurus Pusat atas persetujuan sidang.

c. Dalam keadaan luar biasa Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja mengundang dan memimpin Kongres.

d. Majelis Pimpinan dibentuk setelah Kongres dinyatakan sah.

(8) Kongres bertugas :

a. Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT.

b. Menilai laporan Pengurus Pusat PPGT

c. Menetapkan Garis-garis Besar Program dan kebijakan Umum Organisasi.

d. Menetapkan Struktur dan memilih Pengurus Pusat PPGT.

Pasal 7

KEPENGURUSAN DAN PENGUTUSAN

(1) Pengurus Pusat.

a. Pengurus Pusat sekurang-kurangnya terdiri atas empat orang yaitu Ketua Umum, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum dan bendahara Umum.

b. Pengurus Pusat dipilih oleh Kongres dengan system Semi Formatur.

c. Formatur selesai melaksanakan tugas sebelum Kongres ditutup.

d. Pengurus Pusat dapat melakukan penggantian antar waktu terhadap anggota Pengurus Pusat yang berhalangan tetap melalui Rapat Pleno Istimewa.

e. Serah terima Pengurus Pusat disertai dengan memori penjelasan.

(2) Pengurus Wilayah, Pengurus Klasis, Pengurus Jemaat:

a. Sekurang-kurangnya terdiri atas tiga orang yaitu Ketua, Sekretaris dan Bendahara.

b. Dipilih pada forum pengambilan keputusan sesuai dengan lingkup masing-masing dengan sistem semi formatur.

c. Pengurus Wilayah, Pengurus Klasis, Pengurus Jemaat dapat melakukan penggantian antar waktu terhadap anggota pengurus yang berhalangan tetap melalui Rapat Pleno Istimewa.

d. Serah terima Pengurus Wilayah, Pengurus Klasis, Pengurus Jemaat disertai dengan memori penjelasan.

(3) Pengutusan

a. Pengurus PPGT sebagai Organisasi Intra Gerejawi ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh Badan Pekerja pada Lingkup masing-masing.

b. Pelantikan dan pengutusan Pengurus PPGT dilakukan oleh Badan Pekerja pada lingkup masing-masing dalam kebaktian hari Minggu disalah satu Jemaat yang diminta untuk itu.

Pasal 8

PERBENDAHARAAN

(1) Jumlah iuran tetap Anggota ditentukan oleh Rapat Anggota.

(2) Iuran tetap pada lingkup yang lebih luas ditetapkan dalam Rapat Kerja.

Pasal 9

ATRIBUT

(1) Bendera

(2) Logo

Pasal 10

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

(1) Keputusan sedapat-dapatnya diambil dengan jalan musyawara untuk mufakat.

(2) Apabila keputusan tidak diambil dengan jalan musyawara untuk mufakat, maka keputusan diambil dengan cara pemungutan suara terbanyak mutlak (setengah ditambah satu).

(3) Jika pemungutan suara dilaksanakan dua kali berturut-turut tetapi masih tetap sama, maka keputusan diambil oleh Pimpinan Sidang setelah berkonsultasi dengan Penasihat Persidangan.

(4) Keputusan Rapat Anggota, Konperensi Klasis, Konperensi Wilayah dan Kongres disahkan oleh Badan Pekerja pada lingkup masing-masing.

Pasal 11

RAPAT-RAPAT PENGURUS

(1) Rapat- rapat

a. Rapat Pengurus PPGT Jemaat.

b. Rapat Pengurus PPGT Klasis

c. Rapat Pengurus PPGT Wilayah

d. Rapat Pengurus Pusat PPGT

(2) Rapat Kerja Pengurus dilaksanakan pada setiap lingkup Persidangan.

Pasal 12

ATURAN TAMBAHAN

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, diatur oleh Pengurus pada masing-masing lingkup sejauh tidak bertentangan dengan Pengakuan Gereja Toraja, Tata Gereja Toraja , Anggaran Dasar dan Anggran Rumah Tangga PPGT dan keputusan-keputusan persidangan gerejawi.


MEMORI PENJELASAN

ANGGARAN DASAR PPGT

PEMBUKAAN

Persekutuan Pemuda Gereja Toraja adalah bagian asasi dari Gereja Toraja Motivasi pembentukan PPGT sebagai salah satu Organisasi Intra Gerejawi dalam Gereja Toraja adalah untuk pembinaan dan pelayanan pemuda.

Tri panggilan gereja adalah misi PPGT dalam menyatakan kehadirannya di tengah hidup bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal 1

N A M A

Kata persekutuan, mengandung tiga hal pokok yang merupakan kesatuan yang utuh yaitu; persekutuan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan seluruh ciptaan.

Pasal 2

KEDUDUKAN DAN WAKTU

(1) Jelas

(2) Jelas

(3) PPGT didirikan pada tanggal 11 Desember 1962 berdasarkan keputusan Kongres I PPGT pada tanggal 21-29 Desember 1965.

Pasal 3

PENGAKUAN

Jelas

Pasal 4

ASAS BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

Jelas

Pasal 5

TUJUAN

Terwujudnya warga PPGT yang sadar dan bertanggung jawab terhadap tugas dan pangggilannya, terdiri dari tiga aspek :

a. Pembinaan aspek spiritual.

b. Bertangungjawab terhadap masyarakat, bangsa dan Negara dalam hal turut mengambil bagian dalam kebijakan-kebijakan yang dilakukan didalam masyarakat sebagai fungsi control.

c. Bertanggungjawab terhadap alam semesta dengan menjaga kelestarian lingkungan.

Pasal 6

STATUS

Jelas

Pasal 7

KEGIATAN

Jelas

Pasal 8

KEANGGOTAAN

(1) Jelas

(2) Yang tidak termasuk pada ayat (1) tetapi menerima dengan sadar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

(3) Jelas

Pasal 9

HAK DAN KEWAJIBAN

Jelas

Pasal 10

STRUKTUR DAN KEPENGURUSAN

Jelas

Pasal 11

PERSIDANGAN

Jelas

Pasal 12

KEHADIRAN DAN POSISI PPGT DALAM PERSIDANGAN GEREJA TORAJA

a. Pada setiap persidangan Pengurus PPGT hadir sebagai konsultan.

b. Pada setiap rapat Badan sesuai lingkup, ketua PPGT hadir sebagai ex-officio .

Pasal 13

HARTA MILIK

Jelas

Pasal 14

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Jelas

Pasal 15

PEMBUBARAN

Jelas

Pasal 16

PERALIHAN

Jelas


MEMORI PENJELASAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA PPGT

Pasal 1

KEANGGOTAAN

(1) Termasuk yang sudah menikah

(2) a. Yang belum berusia 15 tahun dan atau telah berusia lebih dari 35 tahun tetapi aktif mengikuti kegiatan PPGT di Jemaat.

b. Mereka yang tidak termasuk pada ayat (2 a) namun menerima Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPGT

Pasal 2

HAK DAN KEWAJIBAN

Jelas

Pasal 3

RAPAT ANGGOTA

(1) Rapat Anggota Tahunan dilaksanakan pada akhir tahun anggaran dan Rapat Anggota dilaksanakan pada akhir kepengurusan.

(2) Kehadiran Majelis Gereja adalah sebagai wujud perhatian utama

(3) Pimpinan rapat terdiri dari tiga orang yaitu Ketua, Sekretaris dan Pengganti Umum.

(4) Yang dimaksud dengan keadaan luar biasa adalah pengurus tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sesuai mandat Rapat Anggota

(5) a. Pengurus bertanggung jawab kepada Rapat Anggota

b. Jelas

c. Jelas

Pasal 4

KONPERENSI KLASIS

(1) Jelas

(2) Utusan ke Konperensi Klasis ialah anggota Pengurus Jemaat yang aktif dan Utusan Cadangan sesuai jumlah yang ditetapkan Pengurus Klasis atau panitia.

(3) (6) Jelas

(7) a. Jelas

b. Tiga orang pimpinan siding yaitu : Ketua, Sekretaris dan Pengganti Umum.

c. Jelas

d. Jelas

(8) Jelas

Pasal 5

KONPERENSI WILAYAH

(1) Jelas

(2) Utusan ke Konperensi Wilayah ialah anggota pengurus PPGT Klasis yang aktif dan Utusan Cadangan sesuai jumlah yang ditetapkan oleh pengurus PPGT Wilayah atau Panitia.

(3) – (6) Jelas

(7) a. Pimpinan Sidang terdiri dari tiga atau lima orang sesuai dengan kebutuhan persidangan.

(8) Jelas

Pasal 6

KONGRES

(1) Sekurang-kurangnya berarti dapat dilaksanakan lebih dari satu kali bila kepengurusan tidak dapat lagi melaksanakan mandate Kongres, kongres ini disebut Kongres Intimewa.

(2) Utusan ke Kongres berdasarkan penetapan pada Konperensi wilayah dengan memperhatikan keterwakilan setiap klasis. Utusan Cadangan merupakan keterwakilan Klasis dan Jemaat. Setiap Utusan san Utusan Cadangan membawa Surat Kredensi yang diketahui oleh Badan Pekerja Klasis

(3) – (8) Jelas

.Pasal 7

KEPENGURUSAN DAN PENGUTUSAN

(1) Pengurus Pusat.

a. Jelas

b. Rapat Pleno Istimewa adalah rapat yang dihadiri oleh semua Pengurus Pusat, ex-officio dengan agenda tunggal.

c. Termasuk didalamnya semua daftar inventaris organisasi

(2) Jelas

(3) Pengutusan

a. Surat Keputusan kepengurusan disetiap lingkup dikeluarkan oleh Badan pekerja masing-masing lingkup dan ditembuskan ke Pengurus yang lebih luas.

c. Pengurus PPGT disetiap lingkup dilantik dan diutus oleh Badan Pekerja masing-masing lingkup dan dihadiri oleh Pengurus yang lebih luas atas undangan Badan pekerja lingkup yang bersangkutan.

Pasal 8

PERBENDAHARAAN

(1) Jelas

(2) Iuran tetap pada lingkup yang lebih luas ditetapkan dalam Rapat Kerja.

Pasal 9

ATRIBUT

(1) Bendera

a. Warna dasar adalah warna biru langit

b. Di dalam bendera terdapat logo PPGT sesuai dengan perimbangan ukuran Bendera.

(2) Logo sesuai keputusan Kongres IX PPGT tahun 1992 di Sudiang Klasis Makasar-Wilayah IV Makasar.

Pasal 10

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

(1) Jelas

(2) Jelas

(3) Jelas

(4) Jelas

Pasal 11

RAPAT-RAPAT PENGURUS

(1) a-d Jelas

(2) Jelas

Pasal 12

ATURAN TAMBAHAN

Jelas

Rantepao, 12 Juni 2004

Pengurus Pusat Persekutuan Pemuda Gereja Toraja

Ketua Umum, Sekretaris Umum,

(Pdt. Bernadus Randuk, S.Th) (Pdt. Yusak Toding, S.Th)

Disahkan pada tanggal 3 Juli 2004

Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja

Ketua Umum. Sekretaris Umum.

(Pdt. Soleman Batti, M.Th) ( Pdt. M. Yasi Dera, S.Th)