12 Februari 2008

Laporan Kegiatan Praya PPGT Tahun 2007

PPGT KE DEPAN, PERLU MEMBANGUN “SPIRIT NASIONALISME”

Pemuda Kristen sebagai bagian integral dari masyarakat di Indonesia yang majemuk, hendaknya memaknai kemajemukan di Indonesia sebagai anugerah terbesar dari Tuhan. Selain itu, perlu dibangun “spirit Nasionalisme” oleh pemuda. Juga tantangan kehidupan ke depan, semakin kompleks sehingga pemuda perlu menguatkan komitmen solidaritas dan empati dalam membangun kesadaran kolektif. Demikian diungkapkan oleh Prof. Dr. dr. James Tangkudung Asisten Menteri Pemuda dan Olah Raga dalam sambutannya sekaligus membuka secara resmi kegiatan Pemuda Gereja Toraja pada tanggal 8 Oktober 2007 di lapangan Baku, Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang bersifat Nasional.
Lebih jauh dungkapkan, oleh Tangkudung, guna menemukan bibit baru di bidang sepakbola, Tangkudung mengungkapkan dibutuhkan peran dan partispasi kita semua (semua pihak) sehingga mulai dari tingkat kecamatan akan muncul bibit-bibit baru untuk menjadi pemain PSSI.
Sambutan lain disampaikan oleh Gubernur diwakili Kabag Kesbang Drs. H. Andi Baso Gani, M.Si. Bupati Luwu Timur H. Andi Hatta M - mengharapkan supaya dunia hendaknya diwarnai dengan persaudaraan, kemitraan dan kebersamaan demi dunia ini.
Sedangkan Pdt. Bernadus Randuk, S.Th Ketua Umum PP.PPGT dalam sambutannya menegaskan ulang peran Gereja tentang komitmen NKRI kemajemukan sebagai kekayaan yang perlu dipelihara guna menciptakan kedamaian dimana anggota PPGT hadir. Negara dapat dibangun bersama dalam kemajemukan demi kesejahteraan bersama.
Praya PPGT (Pertemuan Raya Persekutuan Pemuda Gereja Toraja) VIII dilaksanakan pada tanggal 7-17 Oktober 2007 di Jemaat Baku, Klasis Kalaena, Desa Pattengko, kecamatan Tomini Timur, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan diikuti 7.000 lebih pemuda yang terdiri peserta yang mengikuti berbagai kegiatan, panitia, pengurus dan pendamping.
Ibadah pembukaan tanggal 7 Oktober 2007 dipimpin oleh Pdt. J.K. Parantean, M.Th (Ketua I BPS Gereja Toraja yang membidangi Pembinaan Warga Gereja dan Pekabaran Injil termasuk OIG). Kegiatan ini mengambil tema: “Berubalah oleh Pembaruan Budimu” dan subtema: “Membangun integritas berwawasan kemajemukan untuk mewujudkan Bumi Tanpa Kekerasan”.
Acara pembukaan pada tanggal 8 Oktober 2007 dihadiri oleh sejumlah undangan dari Gereja dan Organisasi yang ada di kabupaten Luwu Timur.

Membangun sportifitas pemuda
Salah satu hal yang perlu dibangun khususnya di kalangan pemuda adalah soal sportifitas, integritas, kebersamaan, kemampuan persoal maka dilaksanakan kegiatan olah raga dan keseniaan seperti Paduan suara, vocal group, solo putra/putri, Cerdas Cermat Alkitab, khotbah bahasa Toraja, Pidato bahasa Inggris. Dalam bidang olah Raga: volly ball, takraw, tennis meja.
Lari: lari 10 km dengan tema “Berlari sambil membangun kebersamaan”.

Pemuda dan Kekerasan
Kalau kita mengamati perkembangan di lapangan baik lewat media massa maupun kesaksian dari orang-orang korban kekerasan, maka kita akan mendapatkan bahwa tingkat kekerasan semakin hari semakin meningkat dengan operandi semakin canggih. Jadi perlakuan kekerasan semakin hari semakin memprihatinkan. Untuk itu, Pdt. Lidya Kambo Tandirerung, MA., M.Th Dosen STT Intim yang pernah menjadi anggota Majelis Pekerja Lengkap PGI dalam cermahanya pada sesi pembinaan dengan pokok” Pemuda dan Kekerasan”, meminta agar para pemuda Gereja menjadi agen pembaruan khususnya di bidang kekerasan, supaya berjuang untuk meminimalkan kekerasan.

Semangat anti kekerasan
Bagaimanakah semangat anti kekerasan di dalam kehidupan kita selaku pemuda?. Kalau kita membaca media massa sekarang ini, maka terungkap bahwa kekerasan semakin hari semakin meningkat. Dan dalam hal itu, Gereja, mulai dari Dewan Gereja se Dunia (DGD) hingga ke aras Gereja Toraja, soal mengatasi kekerasan disoroti dalam bentuk khotbah dan Penelaan Alkitab.
Demikian, Pdt. Lidya dalam merespon pertanayaan dari Fendy dari Makassar dalam sesia tanya jawab.

Bakti Sosial
Dalam rangka bakti sosial sebagai sebuah wadah untuk membangun kepekaan sosial bagi anggota PPGT di dalam kehidupan dalam masyarakat maka diadakanlah beberapa kegiatan seperti: penanaman pohon buah-buahan dan tanaman hias di sekitar rumah tempat tinggal para peserta, kegiatan kebersihan di lapangan dan lokasi tempat tinggal (kantor, Puskesman dan lain-lain). Dalam bidang bakti sosial dilaksanakan renovasi rumah kumuh da n berbagai kegiatan lainnya yang dikreasikan oleh pengurus-pengurus PPGT Klasis.
Kegiatan bakti sosial dikemas dalam bentuk kegiatan dan kreatifitas di tingkat Klasis sebagai bentuk peran serta para pemuda untuk mengembangkannya sesuai kondisi dan kemampuan masing-masing. Jadi ada ruang untuk berinovasi.
Sebagai wujud dari itu, Klasis Kantim Samarinda membawah 4 orang doter dan tiga orang bidan. Jakarta dua orang dokter, Makassar juga menyertakan petugas kesehatan. Di lapangan, mereka mengadakan koordinasi dengan masyarakat setempat untuk mengadakan kegiatan sesuai kemampuan mereka.

Perlu dievaluasi
Kalau kita menilik ke belakang perjalanan Praya PPGT, maka kini sebaiknya kita evaluasi setiap kegiatan, apakah hal itu masih relevan dan mempunyai makna ataukah bagaimana?. Mungkin lebih baik sama dengan kegiatan Jambore Kebaktian Anak dan Remaja Gereja Toraja II yang penekanan kegiatan adalah “giat” dan bukan “lomba”. Soalnya, selama pengamatan sejak Praya II hingga Praya VIII penekanan pada lomba sehingga peserta mengarah kepada juara dan bukan kepada maksud dan tujuan kegiatan tersebut. Demikian diungkapkan oleh Pilipus Tibe, seorang komponis Gereja Toraja yang sejak Praya kedua sudah ikut sebagai peserta, kemudian panitia dan beberapa kegiatan praya sebagai Juri untuk lomba solo dan paduan suara.

Partisipasi warga
Salah seorang keluarga yang rumahnya ditempati komtingen adalah Mama’ Kris yang menampung kontingen Klasis Makassar dengan jarak hampir satu kilometer dari pusat lokasi mengungkapkan bahwa sejak awal mereka sudah siap menerima kontingen. Hal itu dibuktikan dengan menyiapkan kayu bakar untuk masak. Dalam penyediaan air, sumur tidak cukup dengan memakai air sumur sehingga pada hari kedua ketika melihat anak-anak sangat capek mengangkat air, maka keluarga mama Kris membuat sumur bor dengan biaya Rp. 500.000,- dan selesai dalam waktu dua jam.
Selain itu, kamar mandi yang tersedia hanya 2 buah dan hal ini tidak cukup untuk dipergunakan kontingen dengan jumlah peserta lebih dari seratus. Hal ini pulalah yang menyebabkan banyak peserta terlambat berangkat karena keterbatasan kamar mandi. Banyak peserta yang sering tidak mandi lagi karena waktu yang tidak memungkinkan.

Reseki Praya
Salah satu sisi yang mendatangkan uang bagi tukang ojek selama praya adalah karena jarak penginapan peserta dengan pusat kegiatan. Ada kontingen yang tinggal lebih dari satu kilometer. Bagi peserta hal ini sebagai beban tambahan yang sebelum berangkat tidak pernah diperhitungkan, sebagaimana yang dialami oleh Semuel dari Klasis Mengkendek Utara yang merelakahkan uang sakunya habis untuk ojek pulang pergi ke pusat kegiatan karena mereka tinggal sekitar satu kilometer dari pusat kegiatan.
Sedangkan bagi Ambe Atta sebaliknya. Adanya kegiatan Praya, sebagai salah satu sumber reseki. Setiap hari paling tidak dapat mengantongi Rp. 75.000,- bersih hingga Rp. 150.000,- dengan masa kerja mulai jam 07.00 pagi hingga jam 23.00 malam.

Perlu evaluasi menyeluruh
Melihat dan mengalami kegiatan dari Praya ke praya, maka sebaiknya Pengurus Pemuda Gereja Toraja mulai dari Jemaat hingga pengurus Pusat untuk mengevaluasi secara menyeluruh seluruh kegiatan. Mungkin saatnya setiap kegiatan dirumuskan ulang kalau mau melaksanakan praya berikutnya. Mungkin rangkaian kegiatan selama ini, lebih banyak penekanan pada segi olah raga dan kejuaraan, sehingga setiap kontingen berusaha dengan penekanan pada kegiatan olah raga dan kegiatan kerohanian dengan penekanan pada soal juara. Demikian kesimpulan dari percakapan penulis dengan Semuel, Pilipus Tibe, Andarias, Maria, Daud, Selmi, dan beberapa pengurus Pemuda di lokasi kegiatan yang ditemui secara terpisah.

Pesan-pesan moral
Dalam pertemuan Raya Pemuda ini, dari setiap klasis sudah menyatakan berbebgai pesan moral yang disampaikan lewat spanduk yang dibawah oleh setiap klasis pada saat difile sebelum pembukaan. Adapun pesan-pesan moral yang diungkapkan oleh peserta yaitu:
Masalah lingkungan hidup. Ungkapan itu nayata dalam kata: Damai dengan sesama, damai dengan lingkungan. Peliharalah lingkungan demi masa depan. Perlu waspada terhadap memanasan global. Persoalan judi, Narkoba dan Miras yang selama ini cukup meresahkan generasi muda merupakan hal yang paling dominan menjadi perhatian peserta. Kedasaran kebersamaan dalam mengisi masa depan. Pembangunan solidaritas diantara sesama pemuda. Peranan pemuda dalam masyarakat majemuk. Pemuda perlu Membangun kemandirian demi masa depan. Kemajemukan sebagai sebuah kekayaan yang perlu dipelihara.
(Aleksander Mangting)

Tidak ada komentar: